PILKADA DAN POLITIK IDENTITAS

Rate this posting:
{[['']]}
Atjehupdate.com - Politik identitas acap kali disebut sebagai bagian dari strategi komunikasi politik yang dilakukan oleh aktor-aktor politik, terutama dalam masa pemilihan umum. Penggunaan identitas dalam proses politikterbukti memberikan dampak yang signifikan dalam meraih tujuan.

Kenapa demikian? Karena identitas tidak terlepas dari unsur-unsur persamaan ras, suku, budaya, agama, dan kepercayaan. Atas persamaan tersebut terjadilah proses politik, dimana legitimasi sangat mudah didapatkan dengan bermodalkanpersamaan. Kemenangan signifikan Partai Aceh (PA) dalam dua pemilu terakhir tidak terlepas dari rasa persamaan sesama suku Aceh. Dan ini sudah cukup menjadi bukti. Maka pemanfaatan kondisi atas dasar persamaan identitaslazim disebut dengan politik identitas.

R’dyedalam buku Komunikasi Politik (2010) mengatakan bahwa proses politik dalam pemilu juga tidak terlepas dari cara untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat menggunakan beberapa skenario untuk menarik perhatian masyarakat. Seperti yang kita lihat, dalam musim pemilupara kandidat melakukan sosialisasi diri melalui spanduk, poster, baliho yang kreatif dan unik guna mendapatkan simpati pasar. Bukan itu saja, mereka juga melakukan blusukan dan memberikan bantuan-bantuan tunai kepada masyarakat.

Seperti yang kita tahu, Aceh termasuk ke dalam wilayah-wilayah di Indonesia yang akan melakukan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada tanggal 15 Februari 2017 mendatang. Dalam pilkada kali ini, Aceh memiliki enam pasangan calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur yang akan bertarung untuk mendapatkan kursi Aceh-1.

Pertarungan menuju Aceh-1 ini mendapatkan sorotan penuh dari masyarakat luas, di Aceh, publik nasional, bahkan masyarakat internasional. Sorotan itu bukan hanya karena kemeriahan prosesnyasaja, tetapi karena para kontestan yang ikut bertarung merupakan publik figur khususnya nama-nama mantan Kombatan GAM.

Lalu apa hubungannya dengan politik identitas? Bayangkan ketika semua kandidat yang berlatar belakang GAM mengeluarkan seruan untuk memilih calon yang pernah berjuang untuk Aceh, bagaimanakah rakyat menerjemahkan seruan tersebut? Faktanya Irwandi pernah menduduki posisi Staf Khusus Komando Pusat TNA sampai tahun 2001, Muzakir Manaf pernah menjadi Panglima GAM, Zakaria Saman pernah menjabat sebagai Menteri pertahanan GAM, dan Zaini Abdullah pernah menjadi Menteri Luar Negeri. Tokoh-tokoh tersebut merupakan orang-orang yang berjuang sangat keras di masa konflik.

Keempat kandidat tersebut sudah tentu akan memanipulasi identitas ke-GAM-anmereka untuk meraup suara sebanyak-banyaknya.Diantara ke-empat nama tersebutMuzakir Manaf terlihat lebih hegemonik karena berhasil mendapatkan dukungan resmi dari PA. Sangat jelas terlihat disini adanya penggunaan identitas sebagai salah-satu strategi politik mereka.

Muzakir Manaf sendiri dalam berbagai kesempatan menyerukan agarmasyarakat selalu mengenang sejarah dan senantiasa berada dalam satu wadah. Semua seruan dan ajakan yang berlandaskan persamaan dan identitas itu bertujuan selain untuk memperkuat eksistensi partai, juga untuk memperbesar hegemoni dirinya dalam percaturan politik di Aceh.

Sebagai catatan konklusif, penggunaan politik identitas dalam pemilu sangat efektif bagi upaya menggalang dukungan politik karena rakyat aceh sangat kental dengan rasa persatuan dan spirit nasionalisme ke-Acehannya. Penggunaan kesamaan identitas sebagai alat politik juga berdampak baik bagi rakyat aceh, sembari melatih kekompakan, hal ini juga berguna sebagai alat untuk terus merapatkan barisan untuk selalu bersatu dalam menciptakan perubahan.

By. Khairul Ahmadi (Mahasiswa Ilmu Politik FISIP UIN Ar-Raniry) – [RED]

Share on Google Plus

About update atjeh

Atjehupdate.com - Media Tegas Berimbang

0 komentar:

Post a Comment