LANGSA - Sore itu suasana tampak mendung,
angin berhempus semilir memasuki relung lubang-lubang dinding tepas gubuk reot
yang teronggok dikawasan pinggiran perumahan Pusong.
Hidup
merupakan pilihan, dan tatkala takdir menghampirinya seakan tak bisa kita ubah,
melainkan diri kita sendiri yang mampu merubahnya.
Peribahasa
itu patut ditanggalkan pada seorang warga Kota Langsa yang mengalami nasib
tragis, dimana bekerja sebagai tenaga kerja ilegal (TKI) di negeri jiran.
Wanita
itu bernama Umi Kalsum, warga perumahan
Pusong, Gampong Lhok Banie, Kec. Langsa Barat yang kini meratapi nasibnya
sebagai pekerja TKI yang menjadi budak kekejaman sang agen-agen nakal, baik di
Kota Langsa maupun di Kota Medan hingga Malaysia.
Umi,
seorang janda miskin itu hidup dalam rumah sangat sederhana dan harus meratapi
nasib yang sebelumnya tak pernah terlintas dibenaknya, dengan tiga orang
anaknya Muhammad Ilyas, 14, Ayu Susanti,11, dan Rizki, 10, hidup dalam keadaan
serba kekurangan.
Ketika
Atjehupdate.cpm mengunjunginya, Senin (6/3), secara blak-balakan ia menceritakan
perihal yang dialaminya sebagai TKI. sejak
bulan Feb 2015 lalu dianya beranjak dari Gampongnya karena bujuk rayu
sang agen berinisial KM, salah seorang lelaki berdomisili di gampong Kuala
Langsa.
"Ada
kerja di Malaysia sebagai pembantu rumah tangga, kalau mau kerja boleh ikut
gajinya juga besar disana," Ujar Umi menirukan pernyataan sang agen
tersebut.
Sebelum
dirinya menuju ke Selanggor-Malaysia, Umi diinapkan selama sebulan di Kota
Medan melalui Kak NR, yang juga agen, lantas diberangkatkan lagi menuju Tanjung
Balai dengan agen TKI bernama NN.
Lanjutnya,
setiba di Kuala Lumpur dirinya dirumahkan lagi selama sebulan,"sebulan kami
dikarantina disebuah rumah dengan seorang rekannya yang sekampung, sembari
menanti ada majikan yang mau menerima kami," terang Umi.
Setelah
itu, dirinya dipekerjakan pada salah seorang majikan berdarah Melayu dengan
upah yang dijanjikan berkisar 700 ringgit ataupun sekitar Rp1.8 juta perbulan.
Dan
sejak itulah Umi bekerja sebagai pembantu rumah tangga dimana kerjanya diambang
batas kemanusian yang artinya kerja purna waktu alias seperti pekerja budak.
"Terkadang
tengah malam dimana waktu istirahat juga kami harus melaksanakan pekerjaan yang
dimintakan oleh sang majikan, namun itupun tak menjadi persoalan," jelas
Umi dengan nada lirih.
Setiap
akhir bulan dirinya selalu menanyakan kepada majikan terkait gaji, tapi setiap
menanyakan perihal dimaksud selalu mengatakan bahwa gaji sudah diambil oleh
agen yang berada di Malaysia, "urusan gaji sudah beres sama agen, minta
saja ke mereka," terang Umi, menirukan ucapan sang majikan.
Hampir
setahun lebih dirinya bekerja banting tulang dan terkadang sesekali mendapatkan
perlakuan tak sewajarnya oleh sang majikan, namun tak menyurutkan Umi untuk
mengais rezeki di Malaysia.
"Saya
pernah dipukul pakai gagang cangkul pada bagian punggung, karena ketika lupa membersihkan air bekas
cucian, tiba-tiba dihantam sama gagang cangkul," kenang Umi dengan
lugunya.
Kini
Umi hanya bisa berpasrahkan diri sembari menunggu keajaiban karena uang gaji
yang konon diraup oleh para agen TKI tak diterimanya sepanjang menjadi 'budak'
dinegeri jiran.
"Menurut
keterangan salah seorang pihak keluarga Umi, bahwa gaji ada dikirim via Bank
sebanyak 1 juta, namun tak rutin setiap bulannya dan terkadang sama sekali tak
menerima, dan ketika ingin menghubungi atau dihubungi selalu tak bisa, dengan
alasan ini dan itu," ujar keluarga yang tak ingin disebut namanya.
Sementara
itu, Ketua LSM Mitra Bersama, yang ikut mendampingi Umi, mengatakan bahwa nasib
yang dialami Umi sudah sering terjadi dan rata-rata agen TKI mencari calon
pekerja yang kurang SDM nya.
"Modus
para agen TKI memang begitu, setiap mancari mangsannya selalu orang yang tidak
pinter atau kurangnya pengetahuan," jelas Syahrizal.
Dan
terkait dengan kelengakapan dokumen biasanya sang agen TKI melengkapi dengan
dokumen palsu yang dibuat di Kota Medan, pekerja hanya mempersiapkan KTP, KK
dan Akte Nikah.
Begitulah
modus operasi yang selama ini dijalankan oleh para agen TKI illegal dalam
menjalankan bisnis haramnya, tanpa harus tau resiko dibelakang harinya, semoga
saja kasus Umi tak berulang lagi pada orang lain," pungkas Syahrizal.[Ra]
0 komentar:
Post a Comment