LANGSA
- Kasus
"penyerbuan" kantor Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Timur yang
dilakukan oleh Paslon Bupati Aceh Timur Incumbent beserta ratusan massa
pendukungnya yang terjadi 16 Februari 2017 dini hari lalu, ternyata berbuntut
panjang. Kapolres Aceh Timur AKBP Rudi Purwiyanto yang turut hadir dalam
insiden tersebut, dinilai tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik dan
cenderung memihak pada Paslon Incumbent.
"Tindakan Kapolres Aceh Timur
dinilai telah melampaui batasan tugas dan kewenangannya dalam upaya mengamankan
tahapan pelaksanaan Pilkada di Aceh Timur, "demikian disampaikan Tim Kuasa
Hukum Paslon Bupati Aceh Timur nomor urut 1 Nektu-Polem, Auzir Fahlevi SH.
Dikatakan
Advokad muda yang tergabung dalam Ikatan Advokad Indonesia ini, insiden pada kamis dinihari tanggal 16
Februari 2017 dikantor KIP Aceh Timur menunjukkan bahwa Kapolres Aceh
Timur AKBP Rudi Purwiyanto selaku pemegang kendali keamanan di Aceh Timur tidak
mampu menjalankan tugasnya dengan baik. "Apa dasar hukumnya Kapolres
melakukan "pembiaran" terhadap Pasangan Calon kandidat memasuki area
kantor KIP bersama ratusan pendukungnya dan kemudian mengambil alih pengamanan
C1 kepihak Panwaslih," katanya.
Kemudian,
lanjut Auzir, peristiwa dugaan pelanggaran hukum yang dituduhkan kepada ketua
KIP dan Ketua PPK Rantau Peureulak juga tidak bisa dibuktikan pada malam itu
juga.
Terkait
keterlibatan Kapolres Aceh Timur pada malam itu dikaitkan dengan tindakan diskresi, memang diatur didalam
pasal 18 ayat(1) UU No 2 tahun 2002 tentang Polri yang berbunyi "untuk
kepentingan umum pejabat kepolisian dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri".
Namun
untuk melakukan itu diayat(2) dijelaskan bahwa diskresi hanya dapat dilakukan
dalam keadaan yang sangat urgen dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan dan kode etik profesi Polri. Diskresi dilakukan umumnya
didahului oleh adanya tindak pidana pelanggaran hukum terlebih dahulu. Jadi
bukan sekedar tindakan diskresi asal asalan, kata Auzir.
Menurutnya.
tindakan diskresi itu pun patut dipertanyakan juga, apakah atas inisiatif
kapolres secara individual atau berdasarkan petunjuk pimpinan diatasnya.
Dalam
konteks kasus tersebut, Auzir menilai Kapolres Acej Timur telah melanggar prinsip Netralitas Polri
sebagaimana diatur didalam pasal 28 ayat 1,2 dan 3 UU No 2 tahun 2002 tentang
Polri. Bahkan didalam pasal 71 UU Pilkada No 10 tahun 2016 juga disebutkan
bahwa pejabat negara,pejabat daerah(paslon No urut 2 dalam kapasitas bupati dan
wakil bupati),Aparatur Sipil Negara,anggota TNI/Polri dan kepala desa dilarang
membuat keputusan/tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu
kandidat pasangan calon kepala daerah.
Netralitas
Polri juga diatur dalam peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2011 tentang kode etik
kepolisian RI yang menegaskan larangan bagi anggota Polri untuk terlibat dalam
politik dan juga berdasarkan pada surat edaran Kapolri Nomor SE/7/VI/2014
tanggal 3 juni 2014 tentang pedoman netralitas Polri, ujarnya.
Selanjutnya
Auzir mengatakan penolakan Hasil Pilkada oleh Pasangan No Urut 1 atas nama
Ridwan Abubakar dan Tgk A.rani adalah penolakan yang rasional dan kontekstual
dengan aturan hukum yang berlaku. Lagipula penolakan dilakukan pada tahapan pra
pleno, bukan pasca pleno ditingkat PPK se Kecamatan Aceh Timur. "Penolakan
ini juga sudah melalui pertimbangan matang mengingat sejumlah rangkaian
kejadian
yang berpotensi mengurangi tingkat validitas dan keabsahan hasil pilkada
termasuk adanya ketidaknetralan oknum aparat negara," demikian ungkap
Auzir Fahlevi.(ZAL)
0 komentar:
Post a Comment