Penerapan Regulasi di Aceh Tidak Konsisten,. Gadjah Puteh : Pemerintah Pusat Harus Tegas

Rate this posting:
{[['']]}

AtjehUpdate.com, LANGSA - Penerapan berbagai regulasi di Aceh, baik dalam tata kelola Pemerintahan, maupun menyangkut tatanan sosial kemasyarakatan selama ini dinilai tidak dijalankan secara konsisten oleh para elit pemegang kebijakan. Pada satu sisi pemegang kebijakan di Aceh menggunakan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA), namun disisi lain penerapan UU yang berlaku secara umum di Negara Kesatuan Republik Indonesia juga menjadi tuntutan untuk dijadikan dasar dalam kebijakan tertentu di propinsi paling barat Indonesia ini.


”Artinya, jika para petinggi di Aceh merasa tidak diuntungkan secara politik ketika menggunakan UUPA sebagai landasannya, lalu mereka secara inkonsisten coba beralih  menggunakan UU yang berlaku umum di Indonesia. Ini kacau sekali dan bisa merusak tatanan yang ada. Pemerintah Pusat kita minta harus tegas menyikapi fenomena penerapan regulasi yang plin-plan seperti ini,” demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Gadjah Puteh, Sayed Zahirsyah, kepada Atjehupdate.com, Sabtu (19/3).


Dikatakan Sayed, penerapan regulasi yang tak konsisten ini dapat dilihat ketika Gubernur Zaini Abdullah beberapa waktu lalu (10/3), merotasi sejumlah pejabat eselon II dilingkungan Pemerintah Aceh. Dengan dasar hukum UUPA, Gubernur, sukses memutasi pejabat di jajaran Pemerintahan Aceh, karena secara aturan, tindakan ini dibenarkan, yaitu sesuai pasal 65 undang-undang nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, dan undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh atau UUPA.


Malah Mendagri Tjahjo Kumolo, ketika itu juga ikut menyetujui sikap Gubernur Aceh melakukan mutasi itu, karena dianggap punya landasan hukum yang kuat. Meskipun kemudian, Sabtu (18/3), mendagri malah menyalahkan sikap Gubernur itu, hal ini disampaikan kepada pimpinan DPRA saat menemui nya, seperti yang dimuat disalah satu media cetak di Aceh (SI/18/3).

Spontan saja pernyataan mendagri ini semakin membingungkan publik, dan kembali mencoreng legitimasi hukum di Indonesia. Sementara kalangan DPRA  terkesan menolak mutasi yang dilakukan Gubernur Zaini Abdullah, karena mereka menilai hal tersebut bertentangan dengan UU yang berlaku.


Polemik ini mendapat tanggapan dari pakar pemerintahan Prof.Dr Ryaas Rasyid, menurutnya “Bahwa Mendagri tidak mampu menunjukkan undang-undang mana yang telah dilanggar oleh Gubernur Aceh” katanya.


Dia juga menambahkan bahwa, “Tidak ada undang-undang pemerintah daerah yang dilanggar oleh gubernur, dan tidak ada relevansi nya dengan undang-undang pilkada, karena ini persoalan daerah yang tidak perlu  dibawa ke Jakarta, karena kewenangannya ada di daerah” jelas Ryaas Rasyid yang juga ahli otonomi daerah ini, kepada media.


Namun ironi nya, pada kasus lain seperti sengketa Pilkada Aceh, Sayed Zahirsyah menilai, para elit politik terus ngotot agar digunakan UUPA  dalam penyelesaian sengketa Pilkada dimaksud. Malah para petinggi dari Partai Aceh yang banyak duduk pada posisi strategis baik di lembaga eksekutif maupun legislatif, beramai-ramai mengancam akan mengundurkan diri dari jabatan masing-masing jika sengketa Pilkada Aceh tidak diselesaikan dengan merujuk pada UUPA.


Masih menurutnya, Karena jika penyelesaian sengketa Pilkada Aceh merujuk pada UU yang berlaku umum diseluruh Indonesia, sama sekali tidak menguntungkan mereka.  “kalau petinggi di Aceh konsisten menjalankan UUPA, maka semua persoalan harus merujuk pada UUPA, tidak tebang pilih. Inikan sama saja mereka mau mencari celah terhadap regulasi mana yang menguntungkan diri sendiri, itu yang dipakai, namun hal itupun masih dianggap wajar, karena titik lemah sebenarnya terletak pada pemerintah pusat yang dinilai bersikap plin-plan.' kata Sayed.


Masih mengutip pernyataan Ryaas Rasyid, Sayed menyatakan, “Yang ada barangkali efek dari keputusan gubernur, lalu ada pihak yang merasa dikecewakan. Tidak ada keputusan gubernur yang tidak sah”, tirunya.


Karenanya, Sayed Zahirsyah meminta Pemerintah Pusat agar segera bersikap tegas, dengan cara menertibkan penerapan regulasi di Aceh. Jika tidak, maka proses perdamaian yang sedang berlangsung di Aceh akan terganggu dengan babak baru perseteruannya, yaitu konflik regulasi, demikian tutup Sayed.[Zal]

Share on Google Plus

About update atjeh

Atjehupdate.com - Media Tegas Berimbang

0 komentar:

Post a Comment