AtjehUpdate.com,JAKARTA - Ketua Seknas FPII (Forum Pers
Independent Indonesia), Topan menilai, Dewan Pers tidak adil dan tidak
berkepihakan terhadap para pekerja pers dan juga terhadap media massa yang
tidak terverifikasi.
Menurutnya,
banyak contoh kasus yang merugikan wartawan, seperti pemukulan dan berbagai
tindakan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh Narasumber dengan memakai
centeng/preman, untuk mengintimidasi pekerja pers, justru tidak pernah
terselesaikan bahkan, intimidasi dan kekerasan masih terjadi.
"Sebagai
insan Jurnalis Pekerja pers, kami merasakan adanya diskriminasi yang dilakukan
oleh Dewan Pers (DP), maka FPII memandang perlu agar Insan Pers yang merupakan
wujud dari pelaksana UUD bahwa kebebasan berserikat dan berpendapat adalah hak
setiap warga negara," beber Topan kepada redaksi, Sabtu (18/3/2017).
Dikatakan
Topan, apalagi bagi para media yang sudah berbadan hukum, maka perlu adanya
tindakan nyata untuk melindungi dan menaungi insan Pers dari belenggu
Verifikasi dan pembungkaman.
Hal
senada disampaikan Hefrizal, requirement (persyaratan) yang dibuat oleh Dewan
Pers terkait pendaftaran bagi media untuk dapat terverifikasi, FPII menganggap
bahwa persyaratan tersebut hanya dapat dipenuhi oleh media berskala besar tanpa
mengindahkan para media yang berskala menengah ke bawah.
"Pemberlakuan
UU khusus profesi (UU Pers) yang tidak
diberlakukan kepada media-media non verifikasi, FPII menganggap bahwa masalah
tersebut merupakan upaya pengkebirian pelaku pencari warta untuk mendapatkan perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistiknya," ungkapnya selaku
Koordinator Aksi
Tambahnya,
dengan kata lain permasalahan-permasalahan yang timbul dalam melakukan
peliputan bagi media non verifikasi akan di kenakan KUHP bukan atas dasar UU
Pers apabila terjadi kesalahan dalam peliputan atau dalam penulisan.
Menurutnya
lagi, dengan adanya isu akan didorongnya Panja terkait dengan mengarahkan UU
Pers ke KUHP terhadap media non verifikasi, FPII memandang Panja tersebut
merupakan upaya kriminalisasi terhadap perusahaan Pers berskala kecil.
"Kami
rasa juga tidak adanya pengakuan dan perlakuan khusus bagi profesi jurnalis
sebagai profesi yang khusus bagi media non verifikasi lex specialis
derogat legi generalis, aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan
hukum yang umum," terangnya.
Hefrizal
menyampaikan, dengan adanya isu yang berkembang belakangan ini mengenai surat
edaran tentang hanya 74 media terverifikasi yang bisa melakukan
peliputan" menimbulkan kesalahpahaman bagi para instansi sebagai objek
peliputan dengan para insan pers sebagai pencari berita.
"Oleh
karena itu, FPII meminta kepada Dewan Pers agar memberikan keterangan yang
sebenarnya kepada instansi yang bersangkutan, bahwa berita tersebut 'tidak
benar adanya' dalam bentuk selebaran atau dengan mengundang insan
pers utk melakukan konferesi pers terkait masalah tersebut," tegasnya.
Sebagai
informasi, bahwa FPII berdasarkan latar belakang permasalahan yang berkembang
seperti yang dijelaskan diatas, FPII pun berusaha memberikan surat agar
dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP), dan SUDAH DILAYANGKAN, baik ke DPR
Komisi I serta Dewan Pers, namun usaha tersebut hingga saat ini belum ada
kepastian atau jawaban memuaskan yang diberikan kepada FPII,
Maka
untuk memperjuangkan keadilan, serta memperjuangkan hak-haknya, Forum Pers
Independent Indonesia (FPII), berdasarkan kesamaan tujuan, kesamaan niat dan
kesamaan langkah, telah melakukan rapat yang dihadiri oleh
perwakilan-perwakilan dari media-media yang tergabung dalam FPII, tercatat 198
Media Cetak, Online, dan Elektronik, memutuskan akan melakukan "AKSI TURUN
KEJALAN" secara nasional.
"Tujuan
kami menggelar aksi ini adalah, agar aspirasi tersebut dapat tersampaikan
kepada penentu kebijakan ataupun pembuat UU," tandasnya.
Karenanya
kami dari Forum Pers Independen Indonesia (FPII), akan melakukan aksi di gedung
Dewan Pers atas kinerja DP dan di Gedung MPR/DPR, agar pihak DPR segera
menghentikan rencana Panja UU Pers, yang terindikasi mengekang kebebasan dan
Kemerdekaan Pers.
Adapun
Tuntutan FPII Adalah sebagai berikut :
1,
Cabut Verifikasi Media di seluruh Indonesia.
2.
Stop, Intimidasi, Diskriminasi, dan Kriminalisasi Wartawan,
3.
Kembalikan fungsi UU Pers No. 15a tahun 1999.
4.
Dewan Pers Harus membuat pernyataan di media massa terkait dengan adanya
selebaran pelarangan meliput terhadap wartawan/jurnalis yang tidak
terverifikasi, yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah/Swasta di Seluruh
wilayah Indonesia.
Aksi
ini akan dilaksanakan juga secara serempak di berbagai Provinsi dan
Kabupaten/kota di seluruh Indonesia, melalui perwakilan Sekretariat Daerah
FPII, dgn tujuan Pemda dan DPRD.
Adapun
Aksi Nasional akan berlangsung pada Senin 20 Maret 2017, sekira pukul 10.00 WIB
sampai dengan Selesai. Dengan tujuan Lokasi yang berpusat di Gedung MPR/DPR dan
juga Dewan Pers,
Selanjutnya
untuk lokasi bagi teman-teman daerah yang tergabung pada FPII akan melakukan
aksinya di Lokasi Gedung Pemprov/Pemkab/DPRD.
Dalam
aksi nanti semua anggota FPII Jabodetabek akan berpusat pada titik kumpul di
Jl. Wahid Hasyim, kemudian lanjut aksi masif di Dewan Pers, dengan menggelar
Teatrical Matinya Kemerdekaan Pers di Indonesia, dan Aksi berlanjut menuju
Gedung MPR/DPR RI, aksi akan diakhiri di Markas FPII Kalibata Jakarta Selatan.
Aksi
Serempak yang dilaksanakan ini akan berlangsung dari Sabang sampai Merauke :
Aceh, Jabodetabek, Banten, Medan, Bangka Belitung, Palembang, Lampung, Kaltim,
Kalteng, Kalbar, NTB, Sulteng, Makassar,
Maluku, Maluku Utara, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Fakfak, Papua.[Rillis]
0 komentar:
Post a Comment